Dibandingkan dengan di Indonesia, transportasi umum di Eropa tentunya relatif lebih nyaman. Selama saya tinggal di Belanda pun, saya tidak memiliki keluhan yang signifikan terhadap pelayanan transportasi umum di sini. Setiap hari saya naik kereta dari kota tempat tinggal saya ke kota di mana kantor saya berapa. Sekali perjalanan, kira-kira memerlukan waktu 50 menit dengan kereta (kemudian dilanjutkan dengan 15 - 20 menit berjalan kaki atau kurang dari itu jika bersepeda). Lumayan memakan waktu memang, namun karena fasilitas transportasi umum cukup dapat diandalkan, ya sudah lah.
Namun perspektif ini akan berubah ketika saya sudah tinggal di sini beberapa tahun dan sangat bergantung dengan transportasi umum ini. Jika saya terlambat satu detik saja dari jadwal kereta yang ada, 90% kemungkinan saya harus menunggu kereta berikutnya. Begitu pula jika kereta yang saya naiki terlambat 5 menit saja, ada kemungkinan bahwa saya tidak akan bisa mengejar kereta koneksi jika memang harus berpindah kereta. Setelah saya amati, keterlambatan kereta ini bisa dibaca polanya. Sejauh ini, alasan-alasan yang umum diberikan oleh petugas kereta jika ada keterlambatan adalah:
1. Karena salju. Tentu saja ini terjadi pada saat musim dingin. Walaupun Belanda mengalami musim dingin setiap tahun, namun jika salju tebal turun, jadwal kereta dan transportasi pada umumnya bisa terganggu. Hal ini karena kendaraan harus berjalan lebih pelan, atau dalam kasus kereta, rel tertimbun salju dan tidak bisa dilewati sampai salju selesai dibersihkan. Hal ini biasanya berlangsung pada awal turunnya salju tebal. Sekali rel kereta dibersihkan, pada umumnya perjalanan akan lancar kembali untuk satu musim dingin.
2. Karena daun. Alasan serupa dengan salju, namun ini terjadi ketika musim gugur. Daun-daun menutupi rel kereta sehingga tidak bisa dilewati. Doh!
Dari kedua alasan di atas, tentunya saya berharap di luar musim-musin tersebut jadwal kereta akan normal kembali. Namun ternyataaaaaa...... tidak selalu demikian. Karena alasa cuaca juga, kebanyakan perbaikan dan perawatan rel kereta dilakukan ketika udara sudah mulai hangat - musim semi dan musim panas. Jadi kapan dong keretanya lancaaaaarrr?!?! Saya agak sedikit berlebihan sih. 80% dari jadwal kereta dapat diandalkan. Namun meskipun sisanya hanya 20%, kalo kita yang ngalamin tetep aja rempong!
Satu lagi fenomena menarik yang patut dicermati dan diangkat menjadi sebuah cerita yang tajam - setajam....... SILET..... - adalah gangguan jadwal kereta karena ada orang bunuh diri dengan loncat ke rel kereta. Hhhrrrr... Saat kebanyakan orang bersuka cita menyambut datangnya musim semi dan musim panas karena sweater, jaket, dan coat sudah bisa ditaro di koper dan simpan di loteng, ada saja orang-orang depresi yang memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka dengan cara loncat ke rel kereta. Bukannya saya kurang simpati dengan mereka, tapi kalau memang sudah bosan hidup dan ingin mengakhirinya, plis deh, jangan sampe bikin orang laen juga repot!
Saya adalah salah satu korban dari orang-orang ini. Satu pagi yang cerah dan hangat - agak terlalu hangat malah, saya berjalan dengan riang gembira seperti biasa menuju stasiun dan berhasil naik kereta yang biasa saya naiki - jam 813 pagi. Dengan kereta ini saya bisa mencapai kantor saya kira-kira jam 915. Setelah sekitar 47 menit perjalanan kereta - yang artinya 3 menit lagi saya sampai tujuan, kereta yang saya tumpangi tiba-tiba berhenti! Terdengar pengumuman kondektur dalam bahasa lokal yang tidak saya mengerti, namun dari ekspresi penumpang lain saya bisa tahu kalo ini adalah sesuatu yang buruk. Saya bertanya pada penumpang di seberang tempat duduk saya dan dia menjelaskan ada orang bunuh diri (lagi!) gara-gara ketabrak kereta yang kita naekin. Tapi sebenernya bukan itu yang dibikin ekspresi penumpang-penumpang ini berubah ketika ada pengumuman, melainkan fakta bahwa proses evakuasi yang dibutuhkan sekitar 2 sampai 3 jam!!! Artinya, kita akan terkurung dalam kereta busuk ini selama 2 sampai 3 jam!!! Harap diingat bahwa opsi untuk turun dari kereta saat itu juga tidak ada karena kereta ini berhenti di tengah-tengah padang rumput yang ngga jelas ujungnya di mana. Meskipun jaraknya hanya 3 menit dari tempat tujuan saya. Akhirnya kami benar-benar harus menunggu selama 3 jam sampai akhirnya bisa dievakuasi ke kereta lain. Bayangkan sodara-sodara, 3 jam dalam kereta yang tidak bergerak dan sinar matahari musim panas yang menembus kaca jendela membuat kabin kereta terasa seperti sauna. Harap diketahui juga, ngga ada jendela yang bisa dibuka di kereta Belanda ini. Setengah mateng akhirnya saya sampai ke kantor jam 130 siang saja...
Moral of the story: bagi anda yang memang sudah bosan hidup, tolong! Pilih cara-cara yang lebih baik untuk mengakhiri hidup anda. Jangan sampai orang-orang tak berdosa juga jadi repot. Sebagai referensi, anda dapat membaca buku Veronika Decides to Die karangan Paulo Coelho beberapa halaman pertama. Lebih baik lagi kalau anda membaca keseluruhan buku tersebut sehingga mungkin anda akan membatalkan niat anda. Dalam buku tersebut diceritakan bagaimana akhirnya Veronika memilih caranya untuk mati. Dia sempat berpikir untuk loncat dari gedung, namun dia batalkan karena seseorang harus kerepotan membersihkan mayatnya dan ceceran-ceceran darahnya. Belum lagi kalo polisi harus menutup area tersebut. Lebih banyak lagi orang yang repot. Dia lalu berpikir untuk menyayat nadinya, namun hal tersebut juga akan membuat apartemennya kotor, sehingga si pemilik nantinya harus kesusahan untuk membersihkan noda-noda darah. Akhirnya dia memutuskan untuk meminum sebotol pil tidur dengan alkohol. Hal ini akan meminimalkan eksternalitas dari kematian dia, meskipun pada akhirnya dia gagal untuk mati juga. Anyway, apapun caranya kemungkinan untuk gagal tetap ada kan?!
PS: bukannya saya tidak punya empati, but please.... please.... if you decide to die, don't you want to do something nice before you die. I don't encourage anyone to commit suicide, but if you want to die, choose the correct way to die.